Untuk penulis ulung, dengan judul ‘Lovers Manifesto’.
Kata singkat yang kau tutur sangat menohok, kadang takjub ku kau buat dan kadang pula lukaku kau buat. Kau mampu melukiskan dan mengabadikan bahagia juga duka dalam kata langsung yang entah kenapa tak cukup kosa kataku untuk merakit kalimat seperti yang kau buat.
Aku mau belajar memegang pena dengan caramu pun aku ingin mempelajari jiwa tulisanmu; sebagian jiwamu yang kau tuang. Aku menilik dari untaian kata yang kau rajut dan sesekali mendapatkan angkasa, sesekali padang gelagah, sesekali pula kurasakan badai yang bergemuruh meraung entah siapa yang jadi dalang kemurkaanmu.
Jiwamu sungguh indah dengan segala paduannya. Kurasakan begitu banyak partikel besar bagi manusia tak berpengaruh besar untuk dirimu. Kagum terus ku ucap karena kau mampu berdiri meski semesta bak bulu randai. Mungkin kau adalah ledakan bintang, asteorid yang berlarian, atau badai di Jupiter dan itu menjadikanmu riuh dan megah.
Aku ingin sekali jadi sepertimu, atau setidaknya bagian dari semestamu, dirimu, dan tulisanmu, namun kadang aku bertanya-tanya, apakah kau pernah merasa sendiri? Tapi ku jawab mandiri juga tanya itu karena rasanya tanpa aku pun kau selalu penuh riuh. Sekali lagi, aku hanya debu bagimu. Tapi, aku selalu mau jadi sepertimu. Megah dan bijak ditengah badai dan semarak indah di kesunyian.
(Rajinmtsjk)