Ilustrasi Blackbird Singing in The Dead of Night
Sumber: Google
Blackbird singing in the dead of night
Nyanyian itu kembali terdengar setelah 1 tahun sejak terakhir aku mendengar lagu itu. Lantunan lirik demi lirik yang dinyanyikan Paul McCartney membuat keringatku perlahan mengalir. Terasa dengan jelas, buliran keringat yang mengalir di belakang tubuhku membasahi bajuku yang berwarna biru tua. Bau tidak sedap mulai tercium dari bajuku, entah sudah berapa lama aku memakai baju ini, kain-kainnya mulai terasa keset.
Take these broken wings and learn to fly
Tiba-tiba sakit kepala mulai menyerangku. Pikiranku seakan menolak untuk dibawa ke masa lalu oleh rekaman peristiwa yang terikat pada lagu itu. Aku segera menelusuri kamarku yang sudah tidak karuan, barang-barang tersebar tidak beraturan. Aku melihat sekeliling, terdapat lemari kayu berwarna hitam di sudut ruangan dengan baju-baju yang berserakan di depannya.
All your life
You were only waiting for this moment to arise
Sembari berusaha untuk mengumpulkan kesadaran, aku mengalihkan pandanganku ke arah lagu itu terdengar. Sumber lagu itu berasal dari atas meja kayu yang diatasnya terdapat banyak buku yang sudah lama tidak kubaca lagi.
Aku berdiri lalu mendekati meja itu. Magnus Chase and the Gods of Asgard salah satu buku novel yang terdapat di atas meja. Novel itu merupakan novel favoritku dan novel berbahasa Inggris yang pertama kali aku baca hingga habis.
Diatas meja terdapat handphone yang sedang membuka aplikasi Spotify. Aku bertanya kenapa Spotify yang tidak premium dapat memutar lagu ini.
Aku segera mematikan lagu itu…..
Dalam layar handphone itu menunjukkan pukul 8.13. Kamis 05 September 2021. Pagi ini hujan mengguyur dengan keras. Banyak yang bilang deras kata tepat untuk itu, tapi menurutku keras adalah kata yang tepat, sebab dia menyebabkan bunyi yang menyebabkan bunyi yang keras di telinga setiap pendengarnya.
05 September 2021, sudah tepat setahun aku tidak keluar dari kamarku yang sudah sangat berantakan, tak terurus ini. Beberapa waktu lalu ibuku sudah menyerah untuk merapikan kamar ini. Ia mengatakan dirinya sudah capek dengan anak seperti aku yang kehidupan kedepannya tidak jelas. Sudah tidak kuliah, tidak membantu orangtua cari uang, entah apa yang bisa diharapkan itu ucap ibuku beberapa waktu lalu.
Aku memutuskan tidak keluar rumah disebabkan karena peristiwa setahun lalu. Peristiwa yang mengubah hidupku. Sejak peristiwa itu setiap aku mendengar lantunan lagu The Beatles Blackbird kepalaku selalu pusing dan badanku mengeluarkan keringat.
Selepas mematikan lagu itu, aku membuka handphoneku. Terdapat notifikasi dari handphoneku, aku mendapat pesan dari salah satu dari sedikit manusia yang masih terkoneksi denganku.
Dimaz, entah kenapa namanya berakhiran z aku tidak tau. Dia mengirimkan sebuah foto kepadaku, tanpa teks apapun. Di foto itu terdapat foto aku, Dimaz, dan Dina. Seketika pikiranku melayang ke masa lalu. Mengenai kenapa aku tidak keluar kamar. Tentu saja bukan karena pandemic COVID.
Maksudnya bukan gara-gara terkena Covid-19 yahhh, tapi masih ada hubungannya dengan Covid.
Pada 09 Maret 2020 tanggal itu merubah segalanya dalam kehidupan makhluk hidup di Nusantara. Orang pertama yang menderita Covid-19 ditemukan. Sejak itu kasus terus bertambah berlipat ganda. Masyarakat mulai ketakutan dengan virus tersebut. Sekolah dan kuliah mulai mengganti metode belajarnya melalui internet. Metode ini terasa menyenangkan untuk orang yang mempunyai gadget dan jaringan yang baik. Tetapi bagi orang yang tak memilikinya, metode ini bagaikan orang yang sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Semua beraktivitas dari rumah. Keluarga yang tadinya jarang ketemu jadi sering ketemu. Banyak orang yang mengatakan ini sebuah berkah mereka lebih bisa menghabiskan waktu dengan keluarganya. Kenyataannya tak seindah itu.
Justru beberapa keluarga justru kerepotan dengan sering bertemu mereka tidak terbiasa. Angka perceraian justru meningkat dengan pesat, tidak terkecuali orangtua Dina. Ibu Dina menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga oleh ayahnya.
Dina sering bercerita kepadaku mengenai hal itu. Pernah tengah malam dia menghubungi ku. Tetapi aku tidak mengangkat teleponnya, aku lagi sibuk mengulik lagu blackbird dengan gitar kesayanganku. Keesokan paginya Dimaz menelponku dengan nada suara yang bergetar. Dina bunuhhhh diri Katanya…..
Itulah penyesalan terbesar dalam hidupku, andai saja dulu aku menjawab telepon Dina. Kita bertiga pasti akan bisa bertemu bersama-sama menghirup udara bebas tanpa harus lagi memakai masker.
*****
Setelah teringat aku mematikan handphoneku dan kembali menuju Kasur. Aku memutuskan untuk kembali tidur masuk dalam dunia mimpiku.
— Bahresy