Ilustrasi Perempuan Kehausan
Sumber: Pinterest
Mandi tidak pernah menyenangkan sejak kehilanganmu. Rasanya takut tangan yang sudah kau genggam akan luruh dan jejakmu juga hanyut dibawa air. Aku takut saliva dan bekas kecupanmu di leherku akan hilang terkibas bilasan shampoo. Aku takut usapan manis di pucuk kepala itu akan dilupa oleh kulit kepalaku. Aku tak sanggup kehilanganmu meski ini bukan lagi bayangan. Ini nyata.
Kulihatmu dan dia berjalan berdua dan melakukan hal yang kau lakukan kepadaku. Di kafe dengan pojok favorit kau lukiskan mataku karna kau meyakinkanku itu mata paling indah yang pernah kamu temukan. Ternyata kau lakukan itu juga dengan orang lain.
Atau mungkin kali ini kau lebih merasa?
Atau mungkin kau lebih bahagia?
Atau mungkin kau memang lebih cinta dia?
Selalu terputar di benakku, kenapa aku jadi orang yang ditinggal? Aku sudah mencoba berjalan sepertinya meninggalkan kita dan yang kutemukan adalah cermin di ujung jalan bahwa engkau tak lagi di tempat kita dan kita adalah fatamorgana karna kau lebih bahagia bersamanya.
Kau tidak pernah bahagia denganku?
Kenapa aku bisa bahagia atas oasis fana yang kau buat? Mungkin aku haus kasih sayang karena ayah tak pernah menyiramiku hangat. Kalau begitu sekarang bukan salahmu. Ini salah ayah. Kenapa ayah begitu keji buat aku merendahkan diriku sendiri?
Berapa kali mempercantik diri tapi tak ada yang tertarik. Bahkan ayah. Meski aku sudah berusaha berperilaku manis. Tak pernah aku dibanggakannya. Engkaulah satu satunya yang tertarik. Tapi sekali lagi mungkin akulah yang terlalu rendah. Yang hanya menjadi cadangan ketika belum dapat yang utama dan aku pantas. Ya ‘kan ayah?
Akulah Perempuan kehausan akan kasih sayang dan tolong sekali lagi aku hanya butuh setetes kasih sayangmu untuk tetap hidup. Hanya setetes. Apa itu dapat membuatmu rugi?
Tapi kenapa harus engkau adalah pertanyaan yang lain karena yang bersalah itu ayah. Kamu tidak bersalah. Ayah yang bersalah. Tapi tolong.
-tumcialll
