Selamat membaca opini ini,
harap menyediakan secangkir kopi agar dapat lebih santai dalam membuang
waktunya guna membaca celotehan murahan ini. Terlebih dahulu saya ingin
menyampaikan bahwa cerita ini hanyalah bualan semata. Jika ada kesamaan tempat
kejadian ataupun alur cerita, kupastikan mungkin anda sedang de javu saja, hanya kebetulan dan tentunya tidak ada unsur kesengajaan. Tidak
mungkin kita satu cerita di akhir tahun ini, karena dunia tidak seluas daun kelor
ataupun jika benar sedari awal cerita hingga akhir kita memiliki kesamaan
cerita, mungkin kita satu almamater kawan, salam mahasiswa orange. Oke, di dunia pendidikan sendiri sedang
mengalami perubahan yang signifikan, dimana mekanisme dalam menunaikan
kewajiban sebagai manusia yang sedang mengumpulkan modal
untuk masa yang akan datang hampir seluruhnya dialihkan ke sistem online. Kini,
kita telah berada di bulan Desember, bulan yang menjadi
pertanda cerita – cerita akan sesegera mungkin dibungkus dalam satu ikatan
kisah yang manis untuk dikenang, dimana selain cerita tentang coronavirus, omnibusuklaw, korupsi, rasisme juga terselip cerita tentang
subsidi UKT di tengah pandemi menghiasi daftar isi catatan kisahku di tahun ini.
Terkhusus cerita tentang kampus tercintaku, Universitas Ngeri Mahal atau
yang familiar dengan sebutan UNM. Sebenarnya secara pribadi telah muak
dengan beberapa dinamika di dalamnya hanya saja jari – jemari ini sangat gatal ingin membagikan
sedikit cerita tentang kampus orange di penghujung akhir tahun. Yah sekali –
kali sebagai opini terkahir di tahun ini, lumayan tertarik menuliskan
tentang cerita singkat saya melihat situasi dan kondisi kampus tercinta di akhir
tahun ini.
Oke,
kisah ini mungkin tidak andil jika hanya membahas bulan
Desember saja, bukannya di bulan Januari hingga November tidak memiliki kisah
yang dapat dicerita tetapi memang saya sangat tertarik membahas tentang
dinamika yang terjadi di penghujung tahun ini. Nah, biasanya
bulan Desember senantiasa identik dengan sebutan bulan penghujan. Bulan dimana
musim di Indonesia memasuki fase peralihan, dari musim kemarau menuju musim
hujan, seperti sesuatu yang telah menjadi kewajiban untuk ditunaikan. Air Tuhan
di bulan Desember sejatinya menjadi sebuah berkah untuk segala makhluk hidup di
dunia, sekalipun makhluk kecil nan mungil, coronavirus. Betapa tidak, hujan yang mengguyur beberapa minggu
terakhir tidak datang sendirian melainkan ditemani dengan badai angin El
Nina bahkan dikawal dengan petir serta awan yang sangat gelap. Melihat itu,
pandemi karena coronavirus menjadi ketakutan nomor dua setelah
kehadirannya.
Hubungannya dengan kampus
orange tentu jelas dan telah menjadi kearifan lokal sejak saya menginjakkan
kaki tiga tahun yang lalu. Sedari awal melakukan aktivitas, selalu saja ada
sebuah pemandangan yang membuat kita berfikir hingga mencocoklogikan dengan
orientasi dari bentuk menaranya. Kampus yang katanya berlabelkan negeri jika
memasuki musim penghujan selalu saja ada genangan–genangan air yang mencuri
perhatian, mungkin saja ini faktor alam yang mendukung untuk terciptanya
genangan itu. Bukan lagi hal yang baru tapi sudah mainstream di benak
mahasiswa yang beralmamater UNM. Di
tahun ini, patut saya apresiasi terhadap
rehabilatasi yang dilakukan pihak birokrat, mulai dari perbaikan jalan, lahan
parkir, kelas hingga gasebo. Langkah yang diambil layak diberi apresiasi karena
akhirnya telah mendengar apresiasi mahasiswanya beberapa tahun terakhir
walaupun kesannya hanya 50% saja yang di rehabilitasi.
Membahas kembali persoalan
dinamika di bulan Desember tidak terlepas dari munculnya genangan-genangan air
dan itu menjadi bahan bakar hingga bergeraknya tulisan ini. Telah saya
jelaskan sebelumnya jika hal yang saya angkat adalah hal yang sudah menjadi
masalah sedari awal saya berada di UNM, tetapi disini saya tertarik mengangkat
perihal genangan air itu, genangan air yang notabene sangat mengganggu dalam melakukan aktivitas
malah dibiarkan begitu saja, mengapa kebiasaan buruk ini dilestarikan bahkan
dijadikan sebuah budaya? Aneh rasanya jika itu dijadikan sebuah kearifan lokal
tanpa memandang dampak terhadap seluruh elemen, oh iyaa hampir lupa, mereka kan
datang mengendarai kendaraan roda empat, mana sempat mengalami kesulitan dalam
melaksanakan aktivitas. Saya yakin beliau tidak merasa terganggu sih, wong
kalau terganggu yah mana mungkin dijadikan sebuah budaya yang setiap akhir
tahun dipertontonkan atau inikah orientasi dari bentuk menara
tercinta kita?
Besar pengharapan saat
menuliskan ini, kiranya kedepan dapat lebih diprioritaskan lagi pembangunan
atau rehabilitasi fasilitas yang sering kali digunakan oleh seluruh elemen,
tidak usah terlalu merombak dalam skala besar, cukup jalan, drainase dan
parkiran yang menjadi aspek penting dalam penyebutan kampus sebagai kampus negeri
wajib dibangun sesuai dengan porsinya. Terlebih di semester ganjil ini,
kuliah seutuhnya dialihkan ke dalam sistem online. Bukankah karena kuliah
metode daring dapat memberikan waktu yang lumayan untuk melakukan sebuah
rehabilitasi di area kampus? Terlebih
para mahasiswa dan mahasiswi tetap diwajibkan membayar secara full yang
notabene pula alokasi pembayaran UKT oleh mahasiswa yang tergabung dalam 14
komponen BKT tidak berjalan seperti biasanya dan pastinya menyisakan dana lebih
untuk pembangunan dan sebagainya. “Semoga Ya” adalah dua kata yang selalu
dilantunkan dalam setiap doa para investor kampus orange ini, kuliah offline
telah di depan mata, semoga juga tidak hanya satu blok jalan yang terlihat
baru dan tidak hanya tampak dari luar juga yang elegan tetapi dalamannya wajib
lebih elegan, shalom investor, shalom mahasiswa.
Andi Juliandrie Abham |
Prodi Ilmu Administrasi Bisnis 2017
Ilmu Sosial
Negeri Makassar