LPM Psikogenesis

LPM Psikogenesis
LPM Psikogenesis

Dinamika Psikologi Massa dalam Gerakan Penolakan Kekuasaan di Indonesia

Ilustrasi Psikologika “Dinamika Psikologi Massa dalam Gerakan Penolakan Kekuasaan di Indonesia”

Sumber: Pinterest

Ditengah dinamika politik Indonesia yang terus berkembang, gerakan penolakan yang didorong oleh ketidakadilan sosial telah muncul sebagai fenomena yang signifikan. Ketika kekuasaan politik terpusat pada segelintir pihak, muncul perasaan ketidakadilan dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Reaksi ini tidak hanya berakar dari faktor politik, tetapi juga sangat terkait dengan psikologi massa, di mana individu dalam kelompok besar cenderung bertindak dan merespons secara emosional ketika merasa ada ketidakadilan yang terjadi (Turner & Killian, 1987). Sehubungan dengan aksi peringatan darurat pada 22 Agustus 2024 lalu, ketika masyarakat berkumpul secara beramai-ramai untuk menyuarakan penolakan terhadap berbagai bentuk ketidakadilan, termasuk penolakan terhadap kekuasaan yang dianggap tidak adil.

Persepsi Ketidakadilan dan Pemicu Gerakan Sosial

Salah satu pendorong utama di balik gerakan penolakan ini adalah persepsi ketidakadilan. Ketika masyarakat menyaksikan bahwa kekuasaan politik dikuasai oleh segelintir individu, mereka seringkali merasa adanya ketidakseimbangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Psikologi massa menjelaskan bahwa perasaan ini dapat memicu reaksi emosional yang kuat seperti kemarahan dan frustrasi, yang kemudian mendorong terbentuknya gerakan sosial (Van Zomeren, Postmes, & Spears, 2008). Rasa solidaritas di antara anggota masyarakat yang merasa dirugikan oleh sistem ini juga memainkan peran penting dalam mendorong dan mempertahankan gerakan sosial tersebut (Goodwin & Jasper, 2003).

Solidaritas dan Dinamika Psikologi Massa

Solidaritas adalah elemen kunci dalam gerakan massa. Ketika individu merasa bahwa mereka berbagi nasib yang sama dengan orang lain dalam kelompok, rasa persatuan ini dapat memperkuat komitmen terhadap tujuan suatu gerakan. Dalam konteks gerakan penolakan terhadap kekuasaan yang terpusat, solidaritas muncul dari rasa ketidakadilan yang dirasakan bersama dan diperkuat oleh narasi yang membangkitkan semangat kolektif. Psikologi massa menunjukkan bahwa pemimpin yang mampu mengartikulasikan perasaan dan aspirasi massa serta mengelola emosi kelompok secara efektif dapat memperkuat dan memobilisasi gerakan ini (Tajfel dan Turner, 1986).

Peran Pemimpin dalam Mengelola Emosi Massa

Pemimpin gerakan memiliki peran penting dalam mengelola dan menyalurkan emosi massa. Mereka harus mampu mengarahkan kemarahan kolektif menjadi aksi yang konstruktif dan menjaga semangat anggota tetap tinggi, terutama di tengah tekanan dari pihak berwenang. Pemimpin yang berhasil mengelola dinamika emosional dalam gerakan sosial dapat meningkatkan keberlanjutan dan efektivitas protes (Reicher & Haslam, 2006). Kepemimpinan yang efektif juga dapat membantu mencegah aksi massa yang merusak dengan menawarkan saluran yang lebih terstruktur untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka.

Gerakan penolakan terhadap kekuasaan di Indonesia mencerminkan dinamika psikologi massa di masyarakat. Persepsi ketidakadilan, solidaritas sosial, dan peran kepemimpinan adalah elemen-elemen kunci yang memengaruhi bagaimana gerakan ini berkembang. Dengan adanya aksi peringatan darurat pada 22 Agustus 2024 lalu, fenomena ini semakin menunjukkan pentingnya memahami psikologi massa dalam konteks gerakan sosial. Para pemangku kepentingan di Indonesia perlu memahami dimensi psikologis ini untuk lebih efektif dalam menangani dan merespons tuntutan masyarakat. (AIR)

Referensi

Goodwin, J., & Jasper, J. M. (2003). The Social Movements Reader: Cases and Concepts. Wiley-Blackwell.

Reicher, S., & Haslam, S. A. (2006). Rethinking the Psychology of Tyranny: The BBC Prison Study. British Journal of Social Psychology, 45(1), 1-40.

Tajfel, H., & Turner, J. C. (1986). The Social Identity Theory of Intergroup Behavior. Chicago: Nelson-Hall.

Turner, J. C., & Killian, L. M. (1987). Collective Behavior (3rd ed.). Prentice-Hall.

Van Zomeren, M., Postmes, T., & Spears, R. (2008). Toward an Integrative Social Identity Model of Collective Action: A Quantitative Research Synthesis of Three Socio-Psychological Perspectives. Psychological Bulletin, 134(4), 504-535.

psikogenesis.org

psikogenesis.org

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Eine Neue Ära der Allergietests mit ImmunoCAP

Eine Neue Ära der Allergietests mit ImmunoCAP Allergien betreffen weltweit Millionen von Menschen und können die Lebensqualität erheblich beeinträchtigen. Mit