
kaderisasi itu penting. Kader merupakan aset terbesar yang dimiliki oleh sebuah
lembaga kemahasiswaan. Hidup matinya lembaga kemahasiswaan ditentukan oleh
berjalan tidaknya sistem kaderisasi didalamnya. Sistem kaderisasi haruslah
merupakan turunan dari visi kelembagaan, sistematis, terukur dan berkelanjutan.
Dalam lingkup KEMA F.Psi UNM, kaderisasi
diatur melalui Undang-Undang KEMA F.Psi UNM tentang Sistem Pendidikan. Sistem
pendidikan yang dimaksudkan adalah system pengaderan. Anggota KEMA F.Psi UNM
telah sepakat menggunakan kata “Pendidikan” ketimbang “Pengaderan”. Sistem ini
telah melalui musyawarah yang panjang, evaluasi dan revisi setiap tahunnya
untuk capaian yang maksimal. Sejak tahun 2015 diberlakukan sebuah aturan pada
tahapan dasar pendidikan yang disebut 3+1 untuk angkatan 2015 dan seterusnya.
diatur melalui Undang-Undang KEMA F.Psi UNM tentang Sistem Pendidikan. Sistem
pendidikan yang dimaksudkan adalah system pengaderan. Anggota KEMA F.Psi UNM
telah sepakat menggunakan kata “Pendidikan” ketimbang “Pengaderan”. Sistem ini
telah melalui musyawarah yang panjang, evaluasi dan revisi setiap tahunnya
untuk capaian yang maksimal. Sejak tahun 2015 diberlakukan sebuah aturan pada
tahapan dasar pendidikan yang disebut 3+1 untuk angkatan 2015 dan seterusnya.
3+1 ini merupakan tahapan dasar yang meliputi; REAL
(Orientasi Kemahasiswaan dan Kelembagaan), Psychocamp, LDKM (Latihan Dasar
Kepemimpinan Mahasiswa) dan Pendidikan Peminatan. Kata yang terakhir itulah
yang menjadi +1, artinya untuk meningkatkan status keanggotaan di lingkup KEMA
F.Psi UNM, haruslah mengikuti tiga pendidikan yang diselenggarakan BEM dan minimal
satu pendidikan peminatan yang disiapkan oleh BKM yakni FSI, PSYSPOT,
PSIKOGENESIS dan MARABUNTA. Jika 3+1 itu diikuti dan dilulusi barulah
dinyatakan berhak untuk menjadi delegasi ke MAPERWA, Pengurus BEM dan Pengurus
salah satu BKM, serta lanjut ketahapan Pendidikan Lanjutan yakni LK II.
(Orientasi Kemahasiswaan dan Kelembagaan), Psychocamp, LDKM (Latihan Dasar
Kepemimpinan Mahasiswa) dan Pendidikan Peminatan. Kata yang terakhir itulah
yang menjadi +1, artinya untuk meningkatkan status keanggotaan di lingkup KEMA
F.Psi UNM, haruslah mengikuti tiga pendidikan yang diselenggarakan BEM dan minimal
satu pendidikan peminatan yang disiapkan oleh BKM yakni FSI, PSYSPOT,
PSIKOGENESIS dan MARABUNTA. Jika 3+1 itu diikuti dan dilulusi barulah
dinyatakan berhak untuk menjadi delegasi ke MAPERWA, Pengurus BEM dan Pengurus
salah satu BKM, serta lanjut ketahapan Pendidikan Lanjutan yakni LK II.
Salah satu poin mengapa 3+1 ini lahir adalah agar
mahasiswa terpacu untuk ber-BKM. Pesan implisit dari poin diatas mempertegas
bahwa untuk menjadi anggota MAPERWA dan Pengurus BEM diharapkan memiliki latar
BKM. Sejauh ini saya melihat terjadi peningkatan signifikan minat ber-BKM.
Terbukti disalah satu BKM, pendaftarnya mencapai angka 90an, sampai harus
dilakukan proses penyeleksian. Berbagai
motif mencuat, mulai dari karena memang berminat, keterpaksaan atau menjadikan
BKM sebagai batu loncatan untuk menjadi delegasi ke MAPERWA atau Pengurus BEM.
mahasiswa terpacu untuk ber-BKM. Pesan implisit dari poin diatas mempertegas
bahwa untuk menjadi anggota MAPERWA dan Pengurus BEM diharapkan memiliki latar
BKM. Sejauh ini saya melihat terjadi peningkatan signifikan minat ber-BKM.
Terbukti disalah satu BKM, pendaftarnya mencapai angka 90an, sampai harus
dilakukan proses penyeleksian. Berbagai
motif mencuat, mulai dari karena memang berminat, keterpaksaan atau menjadikan
BKM sebagai batu loncatan untuk menjadi delegasi ke MAPERWA atau Pengurus BEM.
Menjadikan BKM sebagai batu loncatan adalah sebuah
problem sensitive. Salah satu ketua BKM bahkan pernah mengeluarkan statemen
bahwa “untuk menjadi pengurus BEM kenapa harus ikut BKM dulu”. Hal tersebut
menjadi kontras, pasalnya poin +1 ini pernah diaspirasikan untuk dihilangkan,
namun pada sidang paripurna MAPERWA, rata-rata fraksi BKM mempertahankan poin
tersebut.
problem sensitive. Salah satu ketua BKM bahkan pernah mengeluarkan statemen
bahwa “untuk menjadi pengurus BEM kenapa harus ikut BKM dulu”. Hal tersebut
menjadi kontras, pasalnya poin +1 ini pernah diaspirasikan untuk dihilangkan,
namun pada sidang paripurna MAPERWA, rata-rata fraksi BKM mempertahankan poin
tersebut.
Dilematika lainnya adalah dari keempat peminatan
yang legal secara BKM, belum bisa dikatakan ideal untuk dianggap dapat mewakili
semua jenis peminatan mahasiswa. Ada beberapa peminatan lainnya, namun belum
menjadi BKM. Padahal mahasiswa diharuskan memilih salah satunya agar dapat
mendapatkan hak seperti yang jelaskan sebelumnya diatas.
yang legal secara BKM, belum bisa dikatakan ideal untuk dianggap dapat mewakili
semua jenis peminatan mahasiswa. Ada beberapa peminatan lainnya, namun belum
menjadi BKM. Padahal mahasiswa diharuskan memilih salah satunya agar dapat
mendapatkan hak seperti yang jelaskan sebelumnya diatas.
Menilik pada penerapannya sejauh ini, standarisasi
+1 (pendidikan peminatan) di tiap BKM belum jelas, apalagi jenjang pendidikan
di tiap BKM berbeda-beda, ada yang rangkaiannya panjang dan ada yang singkat. Pertanyaan
mendasarnya, apakah pendidikan peminatan yang dimaksudkan adalah sampai kepada
tahap menjadi anggota BKM atau sekedar mengikuti diklat awal di BKM. Jenis
keanggotaan di BKM pun berbeda-beda.
+1 (pendidikan peminatan) di tiap BKM belum jelas, apalagi jenjang pendidikan
di tiap BKM berbeda-beda, ada yang rangkaiannya panjang dan ada yang singkat. Pertanyaan
mendasarnya, apakah pendidikan peminatan yang dimaksudkan adalah sampai kepada
tahap menjadi anggota BKM atau sekedar mengikuti diklat awal di BKM. Jenis
keanggotaan di BKM pun berbeda-beda.
Kecenderungan pendidikan peminatan yang disiapkan
BKM tentu saja menginginkan agar pesertanya loyal terhadap apa yang diminatinya
dan lembaga yang mewadahinya. Bahkan sebisa mungkin menetap dan mengabdi
terhadap lembaga peminatannya. Wajar saja jika peminat mulai banyak dengan
motifnya masing-masing, ada yang memilih mengadakan penyeleksian. Asasnya
jelas, selektif karena memang calon kader yang dibutuhkan adalah yang
memprioritaskan peminatannya ketimbang terlihat berminat namun hanya menjadikan
batu loncatan.
BKM tentu saja menginginkan agar pesertanya loyal terhadap apa yang diminatinya
dan lembaga yang mewadahinya. Bahkan sebisa mungkin menetap dan mengabdi
terhadap lembaga peminatannya. Wajar saja jika peminat mulai banyak dengan
motifnya masing-masing, ada yang memilih mengadakan penyeleksian. Asasnya
jelas, selektif karena memang calon kader yang dibutuhkan adalah yang
memprioritaskan peminatannya ketimbang terlihat berminat namun hanya menjadikan
batu loncatan.
Jika polanya mulai beralih seperti ini, hal tersebut
semakin melenceng dengan tujuan awal diterapkan +1 ini. Bukankah awalnya, kehendak bersama +1 ini
adalah memacu mahasiswa ber-BKM dan agar yang menjadi pengurus BEM dan MAPERWA
adalah orang-orang yang berlatar BKM atau setidaknya pernah menjajaki dinamika
BKM agar lebih matang sebelum ke tingkat selanjutnya. Lalu bagaimana jika ada
mahasiswa yang merasa peminatannya memang bukan BKM? ternyata berbentuk non
BKM? ataukah wajar atau tidak jika akhirnya ada berdalih berminat namun sesungguhnya
hanya menjadikan batu loncatan pemenuhan syarat? Sepertinya pertanyaan terakhir
banyak yang tidak menginginkan.
semakin melenceng dengan tujuan awal diterapkan +1 ini. Bukankah awalnya, kehendak bersama +1 ini
adalah memacu mahasiswa ber-BKM dan agar yang menjadi pengurus BEM dan MAPERWA
adalah orang-orang yang berlatar BKM atau setidaknya pernah menjajaki dinamika
BKM agar lebih matang sebelum ke tingkat selanjutnya. Lalu bagaimana jika ada
mahasiswa yang merasa peminatannya memang bukan BKM? ternyata berbentuk non
BKM? ataukah wajar atau tidak jika akhirnya ada berdalih berminat namun sesungguhnya
hanya menjadikan batu loncatan pemenuhan syarat? Sepertinya pertanyaan terakhir
banyak yang tidak menginginkan.
Lama kelamaan
mencuatkan kekhawatiran, jangan-jangan akan sampai pada perebutan konstituen.
Sehingga berujung pada lembaga peminatan menjadi selektif karena menghindari
kepicikan dalih batu loncatan pemenuhan syarat. Ujungnya orang-orang yang
berhasil mengikuti pendidikan peminatan hanya orang-orang yang memang siap
mengabdi untuk peminatan dan lembaga yang mewadahinya. Sialnya adalah lembaga
yang lebih tinggi ketimbang lembaga peminatan akan kewalahan memilih pengurus
atau sampai harus menunggu pendelegasian atau calon pengurusnya sampai harus
meminta izin dari lembaga peminatannya. Kecuali, jenjang pengalaman dinamika
kelembaaan memang ditingkatkan. Semisal untuk menjadi pengurus BEM atau
delegasi ke MAPERWA, haruslah minimal pernah berdinamika di BKM selama kurang
lebih setahun, dengan garansi semua peminatan memang tersedia dalam bentuk BKM.
mencuatkan kekhawatiran, jangan-jangan akan sampai pada perebutan konstituen.
Sehingga berujung pada lembaga peminatan menjadi selektif karena menghindari
kepicikan dalih batu loncatan pemenuhan syarat. Ujungnya orang-orang yang
berhasil mengikuti pendidikan peminatan hanya orang-orang yang memang siap
mengabdi untuk peminatan dan lembaga yang mewadahinya. Sialnya adalah lembaga
yang lebih tinggi ketimbang lembaga peminatan akan kewalahan memilih pengurus
atau sampai harus menunggu pendelegasian atau calon pengurusnya sampai harus
meminta izin dari lembaga peminatannya. Kecuali, jenjang pengalaman dinamika
kelembaaan memang ditingkatkan. Semisal untuk menjadi pengurus BEM atau
delegasi ke MAPERWA, haruslah minimal pernah berdinamika di BKM selama kurang
lebih setahun, dengan garansi semua peminatan memang tersedia dalam bentuk BKM.
Tulisan
diatas hanya opini dan besar harapan penulis dapat dijadikan bahan perhatian
untuk rumah kita KEMA F.Psi UNM yang lebih baik.
diatas hanya opini dan besar harapan penulis dapat dijadikan bahan perhatian
untuk rumah kita KEMA F.Psi UNM yang lebih baik.
Karena
KEMA F.Psi UNM adalah pemersatu gerakan dan harus ada untuk menjaga kesucian
nurani kemahasiswaan, bukan sekedar pelengkap akademik.
KEMA F.Psi UNM adalah pemersatu gerakan dan harus ada untuk menjaga kesucian
nurani kemahasiswaan, bukan sekedar pelengkap akademik.
Penulis: Mudabbir