![]() |
Sumber: Dok. Prbadi Mudassir Hasri Gani |
Mencintai tanpa harus memiliki dan tak
harus juga meninggalkan. Begitulah perumpamaan untuk diri setiap mahasiswa
ketika di hadapkan pada fungsi dan tugas sebagai starata tertinggi dalam
bingkai intelektualitas. Masa muda adalah masa yang berapi-api begitulah
sepenggal lirik lagu bang rhoma irama. Memang benar fase dimana berapi-api itu
dimaksudkan sebagai masa dimana energy emosional yang membara untuk terus
beraktivitas dan berinteraksi.
harus juga meninggalkan. Begitulah perumpamaan untuk diri setiap mahasiswa
ketika di hadapkan pada fungsi dan tugas sebagai starata tertinggi dalam
bingkai intelektualitas. Masa muda adalah masa yang berapi-api begitulah
sepenggal lirik lagu bang rhoma irama. Memang benar fase dimana berapi-api itu
dimaksudkan sebagai masa dimana energy emosional yang membara untuk terus
beraktivitas dan berinteraksi.
Dalam menjalani hidup sebagai mahasiswa,
kita akan selalu di hadapkan dengan dilematis antara akademik dan organisasi.
Pilihan akan prioritas tampak sulit meski sebagian orang mengatakan itu adalah
hal yang biasa saja jika sudah dibiasakan untuk diseimbangkan dan lain pula
dengan yang belum membiasakan untuk menyeimbangkan. Prokrastinasi akademik pun
bertebaran dengan alasan yang berbeda-beda dan salah satu alasannya adalah
karena sibuk urus organisasi sehingga kuliah menjadi terbengkalai. Idealisme
seseorang tidak dapat kita jadikan sebagai hal yang salah namun sebagai hal
yang harus kita toleransi namun tidak untuk diikuti.
kita akan selalu di hadapkan dengan dilematis antara akademik dan organisasi.
Pilihan akan prioritas tampak sulit meski sebagian orang mengatakan itu adalah
hal yang biasa saja jika sudah dibiasakan untuk diseimbangkan dan lain pula
dengan yang belum membiasakan untuk menyeimbangkan. Prokrastinasi akademik pun
bertebaran dengan alasan yang berbeda-beda dan salah satu alasannya adalah
karena sibuk urus organisasi sehingga kuliah menjadi terbengkalai. Idealisme
seseorang tidak dapat kita jadikan sebagai hal yang salah namun sebagai hal
yang harus kita toleransi namun tidak untuk diikuti.
Dunia kemahasiswaan akan terasa asing
apabila kita tidak mengenal perangkat-perangkat yang ada di dalamnya. Seperti Maperwa,
Bem, dan BKM. Ada sebagian orang akan berpikir dan berniat untuk menjajalkan
diri memasuki pintu-pintu yang telah di beri label dengan bersyarat apabila
ingin memasukinya. Waktu itu saya bertanya pada diri sendiri, sebenarnya apa
point penting dalam berlembaga?Apakah kita ingin mencoba atau mencari
pengalaman? Pertanyaan seperti itu sangat akrab di kedua kuping ini pada 5
tahun yang lalu.
apabila kita tidak mengenal perangkat-perangkat yang ada di dalamnya. Seperti Maperwa,
Bem, dan BKM. Ada sebagian orang akan berpikir dan berniat untuk menjajalkan
diri memasuki pintu-pintu yang telah di beri label dengan bersyarat apabila
ingin memasukinya. Waktu itu saya bertanya pada diri sendiri, sebenarnya apa
point penting dalam berlembaga?Apakah kita ingin mencoba atau mencari
pengalaman? Pertanyaan seperti itu sangat akrab di kedua kuping ini pada 5
tahun yang lalu.
Fenomena saat ini, bisa saja bukan
pertanyan seperti itu melainkan pertanyaan apa yang menarik dalam
organisasi/lembaga tersebut?saya ingin berkontribusi namun tidak ingin terikat.
Atas dasar kebutuhan tersebut, muncullah beragam komunitas yang menjual dan
beriklan dengan tag line “anda ingin
berkontribusi, silahkan tanpa harus menjadi anggota yang terikat”. Kurang
lebih seperti itu perumpaan yang dapat tergambarkan dengan tingginya minat
mahasiswa cenderung memilih komunitas daripada lembaga kemahasiswaan.
pertanyan seperti itu melainkan pertanyaan apa yang menarik dalam
organisasi/lembaga tersebut?saya ingin berkontribusi namun tidak ingin terikat.
Atas dasar kebutuhan tersebut, muncullah beragam komunitas yang menjual dan
beriklan dengan tag line “anda ingin
berkontribusi, silahkan tanpa harus menjadi anggota yang terikat”. Kurang
lebih seperti itu perumpaan yang dapat tergambarkan dengan tingginya minat
mahasiswa cenderung memilih komunitas daripada lembaga kemahasiswaan.
Selain faktor yang tidak terikat, di dalam
komunitas sendiri anda bisa menjumpai beragam orang dari kampus berbeda-beda,
profesi/pekerjaan yang berbeda, hingga suasana berbeda yang jauh lebih
menyegarkan daripada harus duduk di dalam ruangan sembari mengenakan atribut
yang lengkap dengan lambing-lambang pertanda bahwa kami professional. Ironis
memang ketika lembaga eksekutif dan yudikatif tidak lagi menjadi lirikan bagi
para mahasiswa yang di kadernya.
komunitas sendiri anda bisa menjumpai beragam orang dari kampus berbeda-beda,
profesi/pekerjaan yang berbeda, hingga suasana berbeda yang jauh lebih
menyegarkan daripada harus duduk di dalam ruangan sembari mengenakan atribut
yang lengkap dengan lambing-lambang pertanda bahwa kami professional. Ironis
memang ketika lembaga eksekutif dan yudikatif tidak lagi menjadi lirikan bagi
para mahasiswa yang di kadernya.
Tiap tahun akan hadir generasi-generasi
baru yang kemudian akan meregenerasi setelah dikaderisasi untuk jangka waktu
yang telah ditentukan untuk menjalankan kembali roda organisasi. Tiap tahun
pula akan lahir pemimpin tiap-tiap kursi yang diperebutkan untuk diduduki demi
menjalankan sector egosentris dan kepentingan kelompok. Regenerasi muncul tapi
apakah akan muncul transformasi organisasi itu ?
baru yang kemudian akan meregenerasi setelah dikaderisasi untuk jangka waktu
yang telah ditentukan untuk menjalankan kembali roda organisasi. Tiap tahun
pula akan lahir pemimpin tiap-tiap kursi yang diperebutkan untuk diduduki demi
menjalankan sector egosentris dan kepentingan kelompok. Regenerasi muncul tapi
apakah akan muncul transformasi organisasi itu ?
Kita telah mengetahui bahwa tiap manusia
itu berbeda-beda, mulai dari perbedaan keyakinan, ras hingga karakter/sifat itu
sendiri. Tapi kita mengetahui namun tetap menggunakan mekanisme yang sama untuk
orang yang berbeda. Proses regenerasi haruslah melihat perkembangan zaman
bukannya mencaplok kebiasaan terdahulu. Apakah memang ada kultur yang kuat
dalam proses regenerasi sebelumnya yang dinilai cocok?ataukah hanya ketakutan
untuk mencoba hal yang baru.
itu berbeda-beda, mulai dari perbedaan keyakinan, ras hingga karakter/sifat itu
sendiri. Tapi kita mengetahui namun tetap menggunakan mekanisme yang sama untuk
orang yang berbeda. Proses regenerasi haruslah melihat perkembangan zaman
bukannya mencaplok kebiasaan terdahulu. Apakah memang ada kultur yang kuat
dalam proses regenerasi sebelumnya yang dinilai cocok?ataukah hanya ketakutan
untuk mencoba hal yang baru.
Kembali lagi ke persoalan lembaga dan
komunitas. Disini kita tidak melihat munculnya komunitas sebagai bentuk
kesalahan namun munculnya komunitas sebagai bahan pelajaran bagi eksektutif dan
yudikatif untuk melakukan transformasi organisasi. Tidak usah kita berpikir
idealisme, toh realitasnya idealisme bukan jaminan banyak orang yang mengikut
justru banyak orang yang akan menghindar mencari hal yang lebih enjoyable.
komunitas. Disini kita tidak melihat munculnya komunitas sebagai bentuk
kesalahan namun munculnya komunitas sebagai bahan pelajaran bagi eksektutif dan
yudikatif untuk melakukan transformasi organisasi. Tidak usah kita berpikir
idealisme, toh realitasnya idealisme bukan jaminan banyak orang yang mengikut
justru banyak orang yang akan menghindar mencari hal yang lebih enjoyable.
Kalau kuantitas bukan hal utama dalam
berlembaga, lalu apakah dengan jumlah sedikit sudah menghasilkan kualitas yang
baik?adakah jaminan kualitas yang baik tersebut?tentu jawabannya kalau bukan
tidak ada jaminan, ragu pasti hasilnya. Hal ini tentu berbeda dengan kuantitas,
semua menjadi jelas angkanya. Angka yang semakin besar akan mempengaruhi
kinerja organisasi menjadi lebih efektif. Dengan kuantitas pulalah harapan
hidup organisasi akan semakin panjang.
berlembaga, lalu apakah dengan jumlah sedikit sudah menghasilkan kualitas yang
baik?adakah jaminan kualitas yang baik tersebut?tentu jawabannya kalau bukan
tidak ada jaminan, ragu pasti hasilnya. Hal ini tentu berbeda dengan kuantitas,
semua menjadi jelas angkanya. Angka yang semakin besar akan mempengaruhi
kinerja organisasi menjadi lebih efektif. Dengan kuantitas pulalah harapan
hidup organisasi akan semakin panjang.
Lembaga perlu memiliki nilai jual yang
lebih dari komunitas. Hal ini penting untuk mengangkat harkat dan martabat
sebuah lembaga yang memiliki aturan yang jelas serta visi dan misi. Lembaga
harus turun gunung untuk melihat langsung apa yang terjadi di laut. Karena
gunung sangat kecil bila dibandingkan dengan luasnya lautan. Gunung memang
tinggi namun tidak memiliki jumlah yang lebih besar dari lautan.
lebih dari komunitas. Hal ini penting untuk mengangkat harkat dan martabat
sebuah lembaga yang memiliki aturan yang jelas serta visi dan misi. Lembaga
harus turun gunung untuk melihat langsung apa yang terjadi di laut. Karena
gunung sangat kecil bila dibandingkan dengan luasnya lautan. Gunung memang
tinggi namun tidak memiliki jumlah yang lebih besar dari lautan.
Kembali lagi ke paragraph pertama tulisan
ini yaitu faktor mencintai. Apakah kita betul-betul mencintai lembaga ataukah
hanya pelarian saja. Karena kerja lembaga kemahasiswaan adalah kerja pengabdian
bukan kerja mesin. Lembaga tidak berhak menyiksa anggotanya dengan kerja rodi
sebab anggota tidak di gaji untuk itu. Hal ini menjadi wajar mengingat
mahasiswa memiliki kehidupan yang kompleks yaitu mandiri dengan tidak
menyusahkan orang tua atau orang lain, lulus tepat waktu dan memiliki kehidupan
pribadi untuk sendiri dan menikmati serta bisa aktif bersosialisasi dalam kerja
pengabdian.
ini yaitu faktor mencintai. Apakah kita betul-betul mencintai lembaga ataukah
hanya pelarian saja. Karena kerja lembaga kemahasiswaan adalah kerja pengabdian
bukan kerja mesin. Lembaga tidak berhak menyiksa anggotanya dengan kerja rodi
sebab anggota tidak di gaji untuk itu. Hal ini menjadi wajar mengingat
mahasiswa memiliki kehidupan yang kompleks yaitu mandiri dengan tidak
menyusahkan orang tua atau orang lain, lulus tepat waktu dan memiliki kehidupan
pribadi untuk sendiri dan menikmati serta bisa aktif bersosialisasi dalam kerja
pengabdian.
Akhir kata, lembaga kemahasiswaan perlu
banyak belajar dan turun gunung apabila masih ingin eksis dan mendapatkan
regenerasi, karena dari munculnya berbagai macam komunitas telah berhasil
mencuri kesadaran untuk empati terhadap kehidupan sekitar. Sehingga tidak ada
lagi alasan bahwa mahasiswa yang tidak berlembaga itu apatis. Mahasiswa perlu
banyak action, bukan habis waktu dengan berpikir. Berpikir sangat wajar, namun
jangan kelamaan berpikir.
banyak belajar dan turun gunung apabila masih ingin eksis dan mendapatkan
regenerasi, karena dari munculnya berbagai macam komunitas telah berhasil
mencuri kesadaran untuk empati terhadap kehidupan sekitar. Sehingga tidak ada
lagi alasan bahwa mahasiswa yang tidak berlembaga itu apatis. Mahasiswa perlu
banyak action, bukan habis waktu dengan berpikir. Berpikir sangat wajar, namun
jangan kelamaan berpikir.
Makassar,
25 Oktober 2016
25 Oktober 2016
Mudassir
Hasri Gani
Hasri Gani